TULISAN ini berawal dari kegalauan teman seorganisasi saya dulu yang baru saja diwisuda Sabtu (26/05/2012) kemarin. Kegalauan dia simple sebenarnya, tidak ada alumni organisasi yang datang di wisuda dia yang walaupun sudah dia prediksikan sendiri tapi tetap kecewa juga tampaknya karena prediksinya menjadi kenyataan.
Sebagai informasi saya dan dia dulu bergabung dalam sebuah organisasi. Kebetulan saya menjadi Pemimpin Umum sedangkan dia jadi salah seorang magang, yang kemudian berhasil masuk struktur menjadi staf salah satu bidang. Angkatan kuliah kami walaupun satu jurusan sangat jauh tentunya, saya angkatan tahun 2005, dia angkatan tahun 2008.
Secara angkatan kami memang cukup jauh, dalam kedudukan struktural organisasi juga sangat berbeda, tapi saya punya prinsip dalam kepemimpinan saya jarak itu harus diabaikan. Akibatnya kami lumayan sering kumpul lintas angkatan bukan untuk membahas organisasi tapi untuk sekedar ngopi-ngopi sambil main kartu di kafe-kafean ala mahasiswa.
Yang sering berkumpul itu lumayan bervariatif, ada saya yang mahasiswa angkatan tahun 2005, ada juga kepala bidang yang angkatan 2006, pengurus angkatan 2007 dan bahkan ada juga pengurus angkatan 2006 yang kebetulan pacaran sama pengurus angkatan 2007 serta dia sendiri yang angkatan 2008, angkatan termuda.
Sebenarnya mereka lah yang lebih sering berkumpul, saya hanya berusaha nge-blend yang membuat akhirnya memahami karakter mereka juga. Mereka jugalah yang sedikit banyak akhirnya menjadi salah satu motor dalam organisasi yang saya pimpin itu. Heu.
Dalam suatu kesempatan masih di kafe yang sama dengan agenda sama, saya lupa di momen apa tapi tampaknya di momen euforia wisuda saya dan pengurus lain yang seangkatan dengan saya, si anak angkatan tahun 2008 ini nyeletuk “Kalau kalian sudah pada wisuda duluan, terus nanti yang dating ke wisudaku siapa dong?”.
Sontak kami semua ngakak tak karuan. Pertanyaan yang sangat naif tapi sebenarnya logis juga. Seseorang ketika sudah wisuda tentu otomatis akan pergi dari kampus itu. Ketika semua sudah pergi, ‘kakak’ yang mana yang akan menemani sang ‘adik’ nanti?
Saya kira itu hanya ucapan canda tapi ya tidak saya sangka juga jadi ‘bahan pikiran’ dia. Ketika dia wisuda kami-kami yang angkatan 2005 dan 2006 memang sudah selesai dengan kampus dan selesai pula dengan Jogja dan kembali ke kampung halaman masing-masing dan atau menyebar ke segenap penjuru Indonesia mencari peruntungan untuk mengaplikasikan ilmu.
Poin yang saya ingin katakan adalah, inilah ‘jeleknya’ Jogja. Sebagai Kota Pendidikan, Jogja menjadi magnet bagi anak-anak muda dari berbagai daerah untuk menuntut ilmu. Jogja hanyalah kota transit, yang selanjutnya akan kami tinggalkan. Jogja mempertemukan kami, tapi tidak mempertemukan untuk jangka waktu yang panjang. Jogja mempertemukan untuk memisahkan. Jahat sekali bukan?
Sesama orang daerah bertemu di Jogja karena ikatan yang terbentuk di kampus, berapa lama sih maksimal pertemuan bisa berlangsung? Kalau seangkatan paling sekitar lima tahun, beda angkatan tentu lebih sedikit lagi. Pertemuan itu terjadi di masa muda, masa bebas, masa mahasiswa masa yang paling menyenangkan sepanjang hidup. Banyak ‘kegilaan’ tercipta namun ya itu tadi dalam tempo yang sangat singkat langsung harus terpisahkan.
Yang jelas, Jogja menempati fragmen spesial dalam kehidupan kami, saya khususnya. Banyak sahabat baru yang saya temukan di sana. Teman organisasi, teman kuliah teman satu ide. Pertemuan memang singkat dan perpisahan adalah sebuah keniscayaan. Fisik memang sudah tidak bertemu tapi kecanggihan teknologi membuat kontak maya sangat dimungkinkan.
Dalam waktu dekat mungkin persahabatan ini terpisah oleh ruang, namun bukan tidak mungkin kelak akan dipertemukan lagi dalam kondisi yang sudah sangat matang, sudah punya anak cucu misalnya. Insya Allah itu akan terjadi. Dan Jogja akan selalu menjadi kenangan, kota kecil yang tidak akan bisa dilupakan sampai kapan pun.
0 Comments