MENGALAMI umrah dalam suasana yang berbeda tentu adalah sebuah pengalaman tersendiri. Tahun 2010 kami sekeluarga sudah menjalani umrah. Umrah yang kami ambil umrah regular 9 hari, berangkat bersama Biro Perjalanan Umrah & Haji Arminareka Perdana. Nah, pada momen kali ini kami mengambil umrah di bulan puasa alias bulan Ramadhan selama 10 hari bersama Biro Perjalanan Umrah & Haji PT Najah.
Berumrah di bulan Ramadhan dalam kondisi berpuasa tentu menimbulkan tantangan tersendiri. Bagaimana tidak, umrah itu pada dasarnya ibadah fisik padahal kitanya dalam keadaan berpuasa. Tentu itu adalah dua hal yang cukup kontras. Ditambah lagi, kondisi di Saudi sedang dalam musim panas yang konon hampir mencapai puncaknya. Tentu saja itu tidak mudah, walaupun bukan berarti sulit juga.
Menikmati puasa dalam keadaan harus melaksanakan ibadah fisik yang cukup menguras tenaga pada akhirnya menimbulkan kenikmatan tersendiri. Toh lama kelamaan kami terbiasa juga jadi dehidrasi yang ditakutkan pada kenyataannya tidak terlalu menjadi masalah.
Yang lebih sip lagi, gara-gara ‘terbiasa’ berpuasa di Saudi yang berlangsung selama 18 jam, sepulangnya di Indonesia puasa jadi terasa ringan. Tarawih juga terasa ringan. Di Saudi tarawih berlangsung kurang lebih selama dua jam, smentara di rumah setengah jam sudah selesai. Berasa cepat sekali.
Oke kembali ke topik yaitu beda umrah regular dan ramadhan, saya mencoba melihatnya dari beberapa sisi yaitu dari biaya, akomodasi, trik berumrah dan sebagai bonus saya lihat juga dari sisi wisatanya. Bagaimana perbandingannya? Lanjuuutt..
—– Biaya
Bulan Ramadhan itu kalau diibaratkan jam tayang televisi itu sekitar jam 8 malam. Yap, bulan Ramadhan adalah bulan prime time. Kenapa demikian tentu karena alasan religius, di mana bulan ini adalah bulan yang penuh rahmah yang mana berarti pahala dari Tuhan bertebaran dengan begitu mudahnya.
Di bulan normal saja beribadah di Makkah dan Madinah pahalanya berlipat-lipat dibandingkan dengan tempat lain, apalagi di bulan Ramadhan, makin berlipat sajalah pahala ibadah. Karena waktunya yang istimewa, tentu jamaah yang ke sana mem-bludag. Karena jamaah yang sangat banyak, sesuai prinsip ekonomi, tentu biaya di sana menjadi mahal juga. Yang paling terasa tentu di penginapan.
Kata guide kami biaya hotel melonjak drastis. Apalagi di saat 10 hari terakhir bulan Ramadhan, tarifnya bisa naik berlipat-lipat. Mau nginap sehari atau dua hari, dihitungnya katanya sama dengan 10 hari. Tentu terbayang mahalnya kan? Makanya jangan kaget kalau biaya pemberangkatan di bulan Ramadhan akhirnya menjadi lebih mahal dibandingkan saat-saat bulan biasa. So, bagi yang kelak ingin berumrah Ramadhan persiapkan biaya lebih.
—– Akomodasi
Ini berhubungan dengan biaya. Dengan biaya yang cukup mengalami kenaikan, jangan terlalu berharap bisa mendapat akomodasi yang setara dengan saat umrah di bulan normal. Tetap saja ada penurunan kualitas, apalagi jika si biro tidak terlalu berani menaikan harga.
Di Madinah saya mendapat hotel yang sama persis dengan saat kami umrah pertama. Namun ternyata rasanya amat sangat berbeda. Saat tahun 2010 kami mendapat kamar yang memang diperuntukan bagi 4 orang jadi walaupun sesak, masih tetap saja longgar.
Nah di umrah kali ini kami kembali berangkat berempat, tapi hanya mendapat kamar tipe twin dengan 2 extra bed. Tentu saja rasanya beda, lebih sempit. Mau bagaimana lagi adanya itu. Hotel ini lokasinya sangat strategis dengan Masjid Nabawi jadi dengan kondisi seperti itupun saya yakin harganya sudah sangat mahal. Apalagi di papan indikator available room, tercatat tidak ada kamar kosong. Padat sangat.
Yang lebih parah di Makkah. Kompleks Masjidil Haram saat ini sedang dalam renovasi besar-besaran. Kompleks sekitarnya lho ya bukan masjidnya. Akibatnya banyak hotel berbintang yang diruntuhkan untuk nantinya dibangun lagi menjadi komplek pelataran masjid dan penginapan yang lebih representatif.
Secara bertahap, bangunan hotel di sekitar masjid diruntuhkan dan yang tersisa tinggal penginapan-penginapan semenjana. Oleh biro kami ditempatkan di sana karena disamping hotel berbintang yang biasa tarifnya naik berkali lipat, pilihan yang ada juga sangat terbatas.
Kalau kami sih tidak masalah, tapi bagi sebagian jamaah lain ternyata menjadi masalah. Jadilah mereka minta pindah ke kompleks Zamzam Tower yang memang merupakan Hotel berbintang, walaupun biaya harus ditanggung mereka sendiri. Konon semalam biayanya 2000 SAR (Saudi Arabian Riyal), sementara nilai tukar 1 SAR setara Rp. 2500. Silahkan hitung sendiri biayanya.
Tapi itu konon saja sih karena saya bukan tipe orang kepo. Silahkan urus urusan masing-masing saja, yang jelas kami tidak masalah di penginapan yang seadanya itu.
Memang di satu sisi akomodasi cukup mengecawakan tapi saya pribadi bisa memaklumi karena itu di luar kemampuan travel. Memaksakan diri untuk bisa menjalankan pelayanan sesuai bulan biasa, tapi dengan menarik biaya yang berlipat-lipat karena kebutuhannya memang segitu, tentu akan membuat minat jamaah berkurang. Makanya dalam hal ini saya tidak terlalu mengkomplain permasalahan itu.
—– Trik Berumrah
Pada dasarnya, umrah itu adalah tawaf (mengelilingi Ka’bah sebanyak 7x) dan sai (berjalan 7 kali di antara Bukit Safa dan Marwah) yang diakhiri dengan tahalul (memotong rambut). Itu bukan ritual yang singkat dan cukup banyak memakan energi.
Ada banyak trik untuk menjalankan umrah di kala puasa dan di tengah terik matahari. Yang pertama masalah waktu, tentu sangat tidak bijak kalau berumrah siang-siang di saat matahari sedang terik-teriknya. Ambil waktu pagi, sore atau malam sekalian. Kondisi itu masing-masing ada resikonya. Kalau ambil pagi, tentu kita tidak bisa minum zamzam setelah tawaf, padahal Nabi mensunnahkan itu. Kalau malam, sangat ramai karena yang paling memungkinkan ya memang itu.
Nah akhirnya kami, atas ide bapak, mengambil sore tapi mendekati waktu maghrib. Kami berangkat sekitar jam 5 sore dan bertawaf untuk kira-kira selesai tepat saat adzan maghrib. Jadi selesai tawaf kita bisa istirahat sejenak sambil berbuka. Setelah berbuka tentu energi sedikit banyak sudah ter-charged, jadi sai bisa sedikit lebih nyaman. Strategi yang kami gunakan seperti itu.
Ada juga tambahan saran dari orang-orang untuk mengatasi panasnya Makkah. Basahi kain ihram. Itu lumayan bisa meredam panas. Selain itu bawa bekal air. Bukan untuk diminum tapi untuk di siramkan ke tubuh saat mulai terasa panas. Lebih ideal lagi botol airnya kalau semprotan. Jauh lebih nyaman untuk tubuh karena saya merasakan sendiri disemprot oleh jamaah lain entah darimana. Itu beberapa trik yang bisa dilaksanakan barangkali nanti ada yang ingin berumrah di bulan puasa.
Trik yang sudah saya sebutkan itu bisa dibilang adalah trik yang baik-baik. Namun kalau mau trik yang ‘kurang baik’ juga ada. Apa itu? Batalkan puasa. Daripada tidak fokus menjalankan umrah karena puasa, terutama dalam hal dahaganya, lebih baik dibatalkan sekalian. Saya lihat ada banyak jamaah yang seperti itu.
Namun saya pribadi sangat tidak merekomendasikan hal itu. Sebaiknya jangan. Puasa dan Umrah itu sama-sama penting. Jangan sampai ibdah yang satu mengalahkan ibadah yang lain. Selama masih bisa diakali agar bisa dijalankan keduanya, lebih baik hindari mengorbankan salah satunya.
—– Wisata
Disamping melaksanakan umrah, selama di Saudi tentu kita akan berwisata juga. Wajar. Yang haji juga iya koq. Nah ada nuansa yang sangat berbeda, berwisata di kala puasa dengan saat tidak puasa. Saya pribadi, dan keluarga menjadi tidak terlalu berminat wisata. Saya ragu entah ini karena kami pernah ke sana atau gara-gara puasanya. Tapi sedikit banyak saya kira faktor puasanya sangat berpengaruh.
Salah satu obyek yang kami kunjungi misalnya ada peternakan unta. Di sana kita bisa meminum susu unta yang baru diperah. Tapi ya namanya lagi puasa, mana bisa itu dilakukan kan? Hal yang sama juga terjadi saat kita berkunjung ke kebun kurma. Jadinya malah hampa. Mungkin ini obyektif sih. 😀
Untuk sementara seri tulisan tentang Beda Umrah Reguler dan Ramdhan cukup sekian. Semoga bermanfaat. Nantikan cerita selanjutnya masih di blog ini tentunya.
0 Comments