MASIH tentang Aceng, si Bupati Garut, kemarin ada tayangan berita di televisi yang memberitakan bahwa di Garut ada sekelompok masyarakat yang berdemo mendukung Aceng. Iya mendukung tingkah Aceng yang menikahi gadis di bawah umur hanya dalam tempo 4 hari saja. Orator yang berbicara di panggung, dengan menggunakan baju gamis dan bersorban mengatakan bahwa nikah siri itu halal. Di cuplikan yang lain, orator yang lain juga meneriakan hal serupa, nikah siri halal, poligami halal.
Lucu aja melihat ‘tingkah’ mereka. Ini bukan masalah halal atau haram bos, juga bukan masalah sesuai atau melanggar syariat. Ini lebih ke masalah etika dan legalitas negara. Ketika nilai sebuah pernikahan cukup hanya dengan syarat minimal sesuai ajaran agama, saya usul sediakan saja ‘penghulu’ di lokalisasi.
Wajibkan pengelola lokalisasi untuk memiliki ‘kyai’ untuk diberdayakan sebagai ‘penghulu’. Wajibkan para ‘penyedia jasa’ untuk mempunyai wali dan saksi, dan ‘pemakai jasa’ untuk mempunyai saksi. Lakukan nikah siri dengan ijab qabul sesuai ajaran agama dan setelahnya kalau mau langsung cerai setelah transaksi ya silahkan. Kan hubungan yang terjalin antara pemakai dan penyedia jasa sudah syar’i? Asoy kan?
Kalau kita berpikir parsial, usul itu ya sah-sah saja karena syarat sah pernikahan sudah terpenuhi. Tidak ada dosa yang terjadi dari transaksi yang terjadi. Masalah niatnya tulus atau sekedar birahi, itu urusan lain. Begitukah?
Saya punya pemisalan lain tentang kerancuan cara berpikir akibat pemahaman parsial. Poligami di Qur’an tidak dilarang. Laki-laki yang mampu dan mampu bersikap adil, dipersilahkan untuk memiliki empat orang istri. Nah, sekarang saya tanya, istri Nabi Muhammad berapa? Sembilan orang boss! Berarti apa? Apa nabi melanggar syariat gitu? Lah gimana, masa penyebar agama Islam tidak menjalankan apa yang ia ajarkan?
Ada juga kisah ketika Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi ingin menikah lagi. Apa jawaban Nabi? Gak boleh gitu. Dilarang keras bagi Ali untuk mempoligami Fatimah putri Nabi. Lah gimana tuh, orang Ali mau menjalankan ‘perintah’ Tuhan masa sama Nabi malah dilarang?
Tentu saja Nabi tidak melanggar syariat dengan menikahi lebih dari empat wanita, juga melarang Ali berpoligami. Ada landasan filosofis, syariat ataupun landasan lain yang membuat Nabi melakukan itu. Silahkan baca di literatur-literatur yang ada. Point-nya adalah, memahami sebuah ajaran untuk menjadi sebuah landasan itu janganlah secara parsial.
Terkait dengan Aceng, kalau kita berpikir jernih dan obyektif, kita semua pasti sepakat yang dia lakukan salah. Nikah itu tidak sekedar sesuai syarat sah agama saja boss. Dia itu Bupati, dalam sumpah jabatan pasti ada ‘klausul’ untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Memang pada dasarnya tiap warga negara harus mematuhi peraturan perundangan maupun peraturan yang berlaku, tapi sebagai pejabat negara ‘klausul’ itu jauh lebih mengikat.
Menikah harus dicatat di KUA. Pernikahan Aceng tersebut dicatat tidak? Secara peraturan poligami juga sebenarnya tidak dilarang, hanya saja harus atas izin Pengadilan. Nah Aceng mengajukan ke Pengadilan tidak? Kalau tidak, mau ngeles macam apapun, tetap salah lah dia.
Itu baru masalah legalitas. Masalah etika? Menikahi gadis di bawah umur hanya dalam tempo empat hari saja? Saya kira semua sudah paham etis atau tidak.
0 Comments